Si Kancil & Sang Penyihir

Baba Romeo adalah seorang pesulap yang tinggal sendirian di pinggir desa, dekat dengan kanal kecil yang jernih. Di pondok kecilnya, ia hidup di kelilingi pajangan-pajangan dinding yang ‘biasa-biasa saja’. Sebuah lingkar sepeda, tengkorak kerbau bertanduk, rak berisi piramida-piramida kecil yang ia sebut orgonite, dan juga lemari kayu yang menyimapan peralatan sulapnya.

Hari ini dia akan memberikan pertunjukan spesial di kota. Putri gubernur sedang berulangtahun yang ke-16 dan ia diminta untuk mempersembahkan penampilan terbaiknya.

Setelah mandi dan mencukur berewoknya yang beruban, Baba memilih-milih diantara deretan jubah kebanggannya. Ukuran mereka semua besar-besar sesuai dengan postur Baba Romeo.

Jubah satin biru dengan pinggiran emas… Jubah hitam dengan hiasan berbentuk mozaik berwarna perak… Nah, ini dia! Baba mengambil jubah satin hijau yang berkilau-kilau dibawah cahaya.

Pertunjukan Baba Romeo selalu menakjubkan. Tak terkecuali hari ini. Sang putri sangat senang saat menerima sebuket bunga berwarna-warni yang ditarik Baba dari udara kosong. Dan penonton dibuat menahan nafas ketika sang penyihir mengubah burung merpati menjadi butiran berlian merah muda, lalu mengubahnya mengubahnya lagi menjadi seekor kera capuchin yang langsung melompat ke bahu gubernur di barisan depan kursi penonton. Semua orang tertawa termasuk sang gubernur sendiri.

Sementara itu, di belakang panggung, seorang pria berwajah sinis tersenyum licik membayangkan rencana jahat yang ada di kepalanya. Dia adalah Petra, si tukang. Laki-laki pendek namun kekar dengan hidung mancung dan rambut yang separuh botak. Ia telah lama bekerja membangun set dan dekorasi panggung berbagai pertunjukan. Meski demikian ia masih hidup dalam kemiskinan dan tinggal berpindah-pindah bersama pekerjaannya.

Mendengar pertunjukan khusus Baba Romeo, ia menjadi sangat tidak sabar. Bukan karena ingin melihat pertunjukannya, tapi untuk mencuri benda berharga yang menjadi rahasia pertunjukan ajaib sang penyihir. Ia mengetahui rahasia itu dari seorang peramal yang ia temui di pekan raya.

Sementara itu, tidak banyak yang tahu bahwa yang ditunjukkan Baba Romeo bukan hanya sekedar trik. Sebagiannya benar-benar peristiwa keajaiban. Sihir. Dan semua itu berkat sebuah instrumen yang melebihi topi tinggi atau tongkat. Benda bertuah itu adalah sebuah sarung tangan.

Alih-alih menggunakan sarung tangan putih seperti kebanyakan pesulap lainnya, Baba hanya menggunakan sebelah sarung tangan berwarna coklat dari bahan sejenis kulit di tangan kanannya. Sarung tangan itulah yang membawa benda-benda dan menukar dengan benda lainnya.

Momen itu pun datang seusai pertunjukan Baba. Petra menyelinap ke ruangan itu sebelum si penyihir tiba, lalu bersembunyi di belakang kotak-kotak berisi properti pertunjukan.

Lalu saat Baba pergi ke kamar mandi, Petra menyelundupkan sarung tangan yang digeletakkan di meja dan keluar seperti musang yang licik.

Tak butuh waktu lama bagi Baba Romeo menyadari hilangnya sarung tangan ajaib itu. Dia menjadi panik karena tahu ia tidak dapat meminta bantuan siapa-siapa.

Tiba-tiba seorang pria masuk ke ruangan tersebut sambil membawa semacam kandang yang ditutupi kain hitam.

“Apa itu?” tanya Baba Romeo.

Laki-laki yang ditanya menyingkap kain hitam yang menutupi kandang. “Ini kancil. Dari Borneo.”

“Hewan kecil itu mau diapakan?”

“Pameran ilmiah Dr. Dominik.”

“Apa yang akan mereka lakukan padanya?”

“Aku melihat peralatan bedah yang belum diangkut kedalam. Jadi kurasa…”

“Astaga, itu kejam!” sergah Baba hingga bangkit dari kursinya. Oh seandainya aku masih memiliki sarung tanganku, aku pasti bisa membebaskan makhluk malang itu.

Baba Romeo pulang dengan perasaan sedih yang berlipat-lipat. Kehilangan sarung tangannya dan memikirkan si kancil malang.

Di kandangnya, si kancil kecil berbaring meringkuk seperti anak kucing yang ketakutan. Kaki-kaki kurusnya bersilangan seperti tumpukan korek api. Tubuhnya gemetar.

Ia diambil dari induknya ketika mencari makanan di hutan Borneo. Dia sangat kebingungan karena menyadari ia berada di negeri yang berbeda, lingkungan yang samasekali asing baginya. Dan ia sangat takut.

Kancil merindukan ibunya. Dia menghabiskan malam membayangkan hutan dan serangga-serangga kecil di batang-batang pohon di sekitar tempat tinggalnya; burung-burung bersuara merdu hingga ular yang mendesiskan bahaya yang berasal dari diri mereka sendiri.

Lamunan sendu si kancil terganggu oleh suara-suara di dekatnya. Ia bangkit berdiri. Tiba-tiba ada yang membuka penutup kandang kecilnya. Seorang manusia berwajah bundar dan berambut putih. “Sssstt…” kata Baba Romeo sambil menempelkan telunjuk di bibirnya. “Aku akan mengeluarkanmu dari sini.”

Baba Romeo berjalan keluar dari gedung aula melewati beberapa pria yang masih bekerja mempersiapkan acara. Ia membawa salah satu kopernya untuk menyembunyikan si kancil, dan mengatakan pada  penjaga bahwa ia meninggalkan peralatan sulapnya.

Baba melepaskan si kancil ketika ia mencapai pinggir hutan dekat desa. Si kancil menoleh kepada penolongnya, berdiri diam di depan pepohonan yang gelap. “Pergilah. Hush! Semoga kau berumur panjang di dalam sana…” Lalu ia tertawa menyadari kekonyolan perkataannya sendiri. Ia pun meninggalkan si kancil yang terpaku menatap ‘sang mantan penyihir hebat’ menjauh.

Ketika Baba Romeo tiba di pondoknya, ia kaget bukan main karena menemukan seorang pria tengah berdiri di depan perapiannya yang menyala. “Hey! Siapa kau ini?!” sergah Baba Romeo.

“Hehehehe…” lelaki pendek berpakaian dekil itu terkekeh sambil berbalik menghadap si empunya rumah.

Tanpa menunggu lama, Petra menunjuk ke arah Baba dan secara ajaib jeruji besi muncul mengurung dirinya.

“Astaga!” Baba berlari hingga ke tepi kurungannya. Matanya menangkap benda familiar di tangan lelaki aneh itu. “Kau yang mencuri sarung tangan ajaib!”

Petra terkekeh lagi. “Sekarang aku lah yang memiliki kekuatan tak terbatas.”

“Kau salah! Kau tidak mengerti cara kerja sihir,” kata Baba Romeo. “Setiap makhluk hidup, hewan dan bunga yang aku munculkan sebenarnya dipindahkan dari suatu tempat di alam liar. Dan setiap kali, aku harus mengembalikannya atau menukarnya dengan makhluk lain, mengirim mereka kembali ke habitat alaminya. Jika tidak, keseimbangan alam akan terganggu.” Baba memukul jeruji dengan penuh amarah. “Demi Tuhan. Bahkan aku harus mengirimkan benda-benda mati kembali ke tempatnya seusai pertunjukan. Kau jangan bertindak bodoh!”

“Kaulah yang bodoh! Kau pernah memiliki kekuatan yang tiada tanding tapi kau menyia-nyiakannya.” Saat itu tiba-tiba Petra merasakan sakit di jemari tangannya. “Auw! Setan sungai, apa yang menggigitku?!”

Si kancil kecil melompat-lompat di samping lutut Petra, berusaha kembali menggigit tangan pria jahat itu. Petra menendang hewan itu tapi si kancil berhasil mengelak.

Baba berlari ke sisi seberang kurungannya dan berusaha meraih pegangan pintu dari kayu. Ia menariknya hingga putus, lalu melemparkannya sekuat tenaga ke arah Petra hingga mengenainya.

Lelaki pendek itu terjungkal ke belakang sambil mengaduh keras. Tubuhnya jatuh menabrak tembok perapian. Si kancil buru-buru menyerang tangan si pria jahat sampai ia berhasil melepas sarung tangan itu dari jemari Petra.

Hewan cerdik itu kemudian berlari dan menyusup kedalam kurungan Baba Romeo.

“Astaga, kau adalah hewan yang sangat pintar rupanya!” seru Baba senang.

Ia segera mengenakan sarung tangan ajaib itu dan membebaskan dirinya dari kurungan.

“Baba! Baba!” pekik Petra dengan wajah ketakutan. “Baba tolong jangan bunuh aku… Tolong…”

“Aku tidak akan membunuhmu,” balas Baba Romeo. “Tapi aku tidak harus menyelematkanmu…dari singa-singa lapar di Afrika!”

Dalam sekali ayunan tangan, tubuh Petra menghilang dari tempatnya.

“Kesinilah, pahlawan kecil…” Baba berlutut memanggil si kancil. “Kau pasti merindukan rumahmu. Aku akan memulangkanmu, jangan khawatir.”

Baba Romeo bangkit sambil menggendong kancil kecil itu seperti bayinya sendiri. Kemudian ia mengelus-elus bulu halus kecoklatan yang menutupi tubuhnya. “Borneo…” bisik Baba sambil meneteskan sebulir airmata. “Pulanglah ke Borneo…”

Maka si kancil kecil lenyap dari pelukan Baba Romeo.

~

Petra menemukan dirinya jatuh diatas semak-semak kering. Sekawanan singa yang sedang berbaring dibawah pohon akasia mengangkat kepala mereka karena terkejut.

Yang terbesar diantaranya bangkit mendekati si manusia yang ketakutan, kemudian mulai mengambil langkah besar dan kuat menuju kearahnya. Petra berteriak dan menangis seperti gadis kecil sambil berlari susah payah.

~

Si kancil bertemu kembali dengan ibunya. Keterkejutan yang membahagiakan dirasakan sang induk yang ditunjukannya dengan melompat dan berlari mendekati anaknya yang sempat hilang.

Ia berjalan memutari si kecil selama beberapa saat lalu keduanya berbaring meringkuk berdekatan dalam kehangatan cinta dan kasih sayang.

———————————————

Tantangan hari ke-4 dalam #7HariMendongeng ini sebenernya bikin kancil sebagai tokoh utamanya. Tapi dalam cerita saya ini sepertinya saya gagal bikin kancil jadi jagoannya dengan segala kecerdikannya. Haha susah ternyata. 😆

Yang pasti ini jadi pembelajaran buat saya dalam menulis. Dan semoga apapun jadinya, cerita ini bisa menghibur. 😉

gambar: izisimlie.com

6 pemikiran pada “Si Kancil & Sang Penyihir

  1. wehehe….
    Apik Mas Ilham, very goods. Kancil itu memang hebat. Ada seorang teman yang nyata-nyata pernah tertipu kancil lho Mas. Waktu itu dia camping di sebuah gunung, lalu bertemu petani yang membawa tangkapan seekor kancil. Rekan saya itu menukarnya dengan celana jean’s. Wahaha… waktu itu celana macam ntu masih mahal Mas. Nah, kancil dibuatkan kurungan alakadarnya malam itu. Apa yang terjadi esok paginya? Si kancil sudah njepupung, perut mlembung, kaki kaku, mulut berbusa.
    “Walah, kancilku mati,” pikir rekan saya. lalu dilepaskanlah kancil itu. Namun apa yang terjadi? tibatiba saja kancil itu lari sekuat tenaga. Hilang masuk hutan. Ha.ha.ha.. 😀
    Ternyata kancil cerdik itu tak hanya dalam dongeng Mas Ilham..

    Salam pagi Mas.

Tinggalkan Balasan ke Ilham Batalkan balasan